blognya miftach

Share about you think here

Jumat, 06 Agustus 2010

Perjalanan Hidup


Suatu ketika disaat sedang mengiringi pemakaman jenazah, Hasan Al Basri bertanya sambil memegang tangan sahabat yang disampingnya.
Hasan Al Basri : “Apa kira2 yang akan dilakukan oleh jenazah tersebut seandainya ia ditakdirkan untuk hidup kembali saat ini?”

Sahabat : “Tentu dia akan beribadah dengan sungguh-sungguh dan beramal sholeh.”
Hasan Al Basri : “Apabila dia sudah pasti tidak bisa melakukan hal tersebut, maka jadilah dirimu seperti apa yang kamu lakukan…”
Sebagaimana tersurat dalam surat Al Mulk ayat 2 bahwasanya kehidupan ini sengaja di berikan kepada manusia sebagai medan ujian untuk menguji kita siapa yang paling baik amalnya
“Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya” Q.S Al Milk : 2
Kehidupan ini merupakan kumpulan dari satuan waktu, satuan waktu bisa berupa jam, menit maupun detik. Jadi pada hakikatnya kehidupan kita ini adalah rangkaian dari detik yang terus merambat sampai pada waktunya kita diambil oleh sang maha memiliki, yaitu Alloh SWT.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana kita memanfaatkan satuan detik yang terus berjalan agar terisi oleh kegiatan yang produktif, yaitu kegiatan yang mampu membawa dampak positif bagi bagi kualitas hidup kita.
“Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dialah orang yang beruntung”.
Bunyi hadits yang pernah disampaikan oleh rasululloh 15 abad yang lalu ini mempunyai makna yang dalam tentang bagaimana kita memanfaatkan waktu. Bahkan salah seorang sahabat rasululloh, Umar r.a pernah mengatakan bahwa : “Aku tidak pernah menyesali sesuatu seperti aku menyesali hariku yang hilang ditelan matahari, sedang amalku tidak bertambah”.
(Miftakh, 08/2010).

Ramadhan dan Kerinduan


Setiap kali mendengar apalagi hendak berjumpa dengan bulan ramadhan, ada rasa rindu yang hadir dan mengendap dalam hati kita.
Teringat akan suasana rutinitas ramadhan yang khas seperti sholat tahajjud (tarowih) yang dilanjutkan dengan “Perlombaan” tilawah AlQur’an, semangat untuk berbagi yang tidak seperti biasanya, serta santap penuh barokah diwaktu sahur dan nikmatnya hidangan diwaktu yang mustajabah, yaitu pada waktu berbuka.

Selain itu kita juga merasakan akan suasana toleransi terhadap kehidupan keberagamaan sangat tinggi dibulan yang suci ini, seperti budaya pemakaian jilbab dikalangan wanita yang menjamur, Warung yang dengan malu-malu buka diwaktu siang, berbagai lembaga maupun instansi yang berlomba-lomba menyebarkan jadwal imsakiyah dengan niat yang beragam dan tentunya masih banyak sekali sebab perasaan rindu yang layak hadir dan menjadi dimensi tersendiri akan nuansa ramadhan.
Beberapa hari kedepan, kita akan menemui tamu agung 1 Ramadhan 1431 H. Bulan yang mana Rasulullah sangat mendambakan perjumpaan dengannya, hingga beliau selalu berdo’a “ Ya Alloh, berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami di bulan Ramadhan ”.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ini tentunya bukan tanpa alasan, bahkan memang sudah sewajarnya perlu dilakukan karena memang banyak sekali keistimewaan yang bisa diraih selama bulan penuh barokah ini. Hal ini sebagian beliau ungkap dalam khutbah yang pernah disampaikan “Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan Alloh dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Alloh, hari-hari yang paling utama, malam-malam yang paling utama, jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama”.
Bagaimanapun juga, kerinduan yang terkelola dengan baik akan memberikan motivasi bagi kita untuk mempersiapkan dan menciptakan kondisi diri, keluarga dan lingkungan sekitar agar bisa menjalani ramadhan kali ini lebih optimal.
Al Ma’alli bin Fadhl pernah mengatakan “ Orang-orang salaf dahulu berdo’a kepada Alloh agar enam bulan sebelumnya bisa dipertemukan dengan bulan ramadhan ”
(Miftakh ; 08/2010)

Selasa, 09 Juni 2009

Tidak nyaman berarti kita sedang tumbuh


Ada penelitian di sebuah falkutas: Ada satu ulat yang mau menjadi kepompong, pada waktu dia mulai keluar dari kepompongnya untuk menjadi kupu - kupu, proses ini dipermudah..

Pada waktu itu dipermudah, dibukain kepompongnya dan akibatnya apa yang terjadi? Kupu - kupu tadi jatuh dan dia mati, dan dia tidak bisa terbang



Ternyata di design oleh alam semesta, pada waktu dia mau keluar dari kepompongnya, dia merasa tidak nyaman.

Dia bersusah payah ketika dia begerak dan mendorong seperti ketidak nyamanan tadi, ternyata itu membuat aliran-aliran istilahnya zat-zat yang penting di dalam sayapnya sehingga sayap dari kupu-kupu tadi siap dan kuat untuk digerakkan sehingga kupu-kupunya bisa terbang. Dan ternyata kalau dipermudah hasilnya ternyata malah membuat kupu-kupu tadi mati.

Setiap penghancuran, itu adalah proses dari satu penciptaan. Ketidaknyamanan itu adalah awal dari kita tumbuh menjadi lebih baik. Ketika orang mau tumbuh, ototnya menjadi lebih besar, ketika dia latihan angkat Barbel dari 1 (satu) sampai 10 (sepuluh), itu sudah paling berat.

Ototnya pada hitungan keberapa akan tumbuh? Bukan, bukan kesepuluh, tapi keduabelas, ketigabelas atau bahkan keenambelas baru dia tumbuh.

Ketika ia keluar dari zona nyaman dan menuju kesebelas, duabelas dengan sekuat tenaga, yang terjadi adalah ototnya bertambah besar.

Nah ketika kita mengalami satu tantangan didalam hidup ini selalu pegang prinsip ini: Ketika saya merasa tidak nyaman berarti saya akan lebih baik karena hal ini. Tidak Nyaman Berarti Tumbuh.

Salam Dahsyat.!

Tung Desem Waringin

Minggu, 07 Juni 2009

Selalu ada Alasan untuk Kaya Raya

Islam sejatinya menempatkan harta pada posisi yang netral. Ia bukanlah sesuatu yang tercela atau terpuji dengan sendirinya, melainkan pemilik harta itulah yang menjadikan harta itu berubah menjadi fitnah atau anugerah. Islam mengakui dengan gamblang fungsi harta sebagai penopang dalam kelancaran menjalani kehidupan, karenanya Islam berpesan untuk tidak menyerahkan harta pada mereka yang tidak kredibel dalam mengelolanya. Allah SWT berfirman :

" Dan janganlah kamu serahkan (harta-hartamu) kepada orang-orang yang bodoh , harta yang
dijadikan Allah bagimu sebagai pokok kehidupan". (QS An-Nisa 5)



Bahkan dalam beberapa ayat (QS Al-Adiyat 8, Al-Baqoroh 180), Allah SWT juga menyebutkan 'harta' dengan lafadz "al-khoir" yang berarti : kebaikan. Ini mengisyaratkan sebuah hikmah dan rahasia kebaikan dalam sebuah harta.

Karenanya secara umum, harta atau kekayaan tidak perlu ditakuti secara berlebihan, apalagi mengatasnamakan anjuran Islam. Sikap phobi dan menjauhi harta, sebagaimana jalan yang dipilih sebagian kaum sufi, tidak seharusnya kita adopsi mentah-mentah begitu saja. Bukan harta atau kekayaan, sejatinya yang kita takuti adalah efek lanjutan dari harta /kekayaan yang bisa melalaikan. Dalil Al-Quran dan Sunnah selalu mengingatkan akan hal ini, yaitu jangan sampai harta membuat kita lalai. Ketika kita tidak lalai dari mengingat Allah SWT, maka harta kekayaan kita akan dijanjikan keberuntungan oleh Allah SWT.

" Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. " ( QS Al-Munafiqun 9 )

" Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung" (QS Jumat 10)

Paparan dua ayat di atas menjadi demikian jelas bagi kita, bahwa dalam masalah berinteraksi dengan harta dan bisnis, kata kuncinya ada dua :

1) Lalai dari mengingat Allah menjadikan kita rugi dan harta statusnya menjadi fitnah,

2) dan sebaliknya ; selalu mengingat Allah SWT dalam perniagaan , kita akan beruntung dan harta menjadi anugerah.

Berbagai alasan untuk menjadi kaya

Ketika kita sudah lebih netral dalam memposisikan harta, tidak phobi dan juga tidak menganggapanya segala-galanya bagi kehidupan kita, maka mari kita pertajam bahasa kita untuk menyadari bahwasanya ajaran Islam secara langsung maupun tidak menuntut kita untuk menjadi kaya, atau lebih kaya dari sebelumnya. Berikut beberapa alasan Islam menuntut kita untuk kaya :

Pertama : Lebih Kaya berarti lebih bisa bermanfaat bagi yang lainnya

Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda : " Manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya " (HR Baihaqi dan Ibn Asakir) , dalam riwayat : " yang paling dicintai oleh Allah SWT ".

Dengan kekayaan, seseorang bisa memberi manfaat untuk orang lain. Ia bisa berkontribusi dengan hartanya untuk membantu seseorang yang membutuhkan. Ibadah sosial seperti ini tidak bisa diremehkan, dalam riwayat dari Ibnu Abbas ra disebutkan ; pahalanya melebihi itikaf di masjid nabawi sebulan penuh ! Inilah peluang kemuliaan tersendiri yang harus disadari dan disambut oleh orang-orang kaya.

Kedua : Menjauhkan dari efek negatif kemiskinan

Rasulullah SAW sejak dini mengajarkan pada kita untuk menjauhi kemiskinan.. Dalam doa-doa beliau senantiasa diisyaratkan untuk mengarah pada kekayaan dan berlepas dari kemiskinan. Dari Abdullah bin Mas'ud, bahwasanya Rasulullah SAW berdoa pada duahari raya : Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu ketakwaan, harga diri, kekayaan dan petunjuk " (HR Thobroni )

Dari Abi Bakroh ra, saya mendengar Rasulullah SAW berdoa : " Ya Allah , sesungguhnya Aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran " (HR Al-Hakim)

Dengan menjadi kaya, otomatis kita bisa menjauhi dari efek negatif kemiskinan. Dalam hal ini kita bisa lihat contoh dari Lukman al-Hakim yang mengingatkan anaknya tentang bahaya kemiskinan. Ia berpesan kepada anaknya : " wahai anakku ..hendaklah engkau berusaha untuk mencari penghasilan yang halal, karena tidaklah seseorang itu menjadi fakir melainkan ia akan terkena tiga akibat, yaitu : tipis dalam agamanya, lemah akalnya, dan hilang kewibawaannya, dan ketahuilan yang paling buruk dari itu semua adalah : orang-orang akan meremehkannya !" (Mukhtasor Minhajul Qosidin)

Ketiga : Banyak amal ibadah dan anjuran Islam memerlukan dana besar

Sebagai sebuah konsekuensi dari ajaran Islam yang syamil, maka muncul banyak ragam amalan syar'I yang mau tidak mau membutuhkan pendanaan yang cukup. Contoh sederhana adalah jihad dan haji. Kedua amalan agung tersebut setidaknya membutuhkan kesiapan finansial yang lebih besar dari ibadah yang lain. Dari mulai transportasi, senjata hingga persiapan logistik. Bahkan dalam perang Tabuk, beberapa sahabat yang tulus ingin ikut berperang gagal berangkat karena tidak kebagian jatah logistik yang cukup.( Lihat : QS At-Taubah 91-92).

Itu dari contoh yang wajib, yaitu jihad dan haji. Sebenarnya ada beberapa amalan sunnah yang dianjurkan Islam jelas-jelas membutuhkan modak banyak dalam menjalankannya. Misalnya perintah Umar bin Khatab pada warga Syam untuk melatih anak-anak mereka tiga hal, yaitu ; berenang, menunggang kuda dan memanah ! Bayangkan saja di jaman ini berapa banyak biaya yang harus kita siapkan untuk berlatih menunggang kuda, berenang dan memanah ? Jawabnya sederhana ; hanya mereka yang berduit yang bisa melakukannya.

Keempat : Karena hukum asal kenikmatan dunia ini memang boleh

Ini alasan paling sederhana tapi memang logis, yaitu bahwasanya segala kenikmatan di dunia ini memang diciptakan Allah untuk manusia. Jika tidak ada dalil yang jelas dan tegas mengharamkannya, maka hukum asalnya adalah mubah. Allah SWT pun mengingatkan kita supaya tidak 'melulu' mencari akhirat, tetapi juga harus mengambil bagian dari kenikmatan dunia.

Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.( QS Al-Qoshos 77)

"Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal (ketenangan) } dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan membawanya di waktu kamu berjalan dan di waktu kamu bermukim dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu onta, bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu) " ( QS An-Nahl : 80)

Islam bukan cuma mengingatkan tentang kenikmatan dunia, tetapi bahkan Rasulullah SAW juga memberikan semacam batasan standar yang wajar untuk dicari dan diusahakan.

Dari Sa’d bin Abi Waqof, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : Empat hal termasuk unsur kebahagiaan : istri yang sholeh, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman “ ( HR Hakim dalam Al-Mustadrok )

Hadits di atas memberikan standar kebahagiaan dunia yang wajar dan layak untuk 'sedikit' kita perhatikan, yaitu berupa ; tempat tinggal yang luas dan kendaraan yang nyaman.

Kelima : Karena Fitrah manusia memang diarahkan untuk menjadi orang kaya !

Bukanlah suatu hal yang berlebihan jika kita mengatakan bahwa fitrah manusia memang dianugerahkan oleh Allah SWT untuk menjadi kaya raya. Karenanya manusia diberikan kecintaan yang fitrah pada banyak hal di dunia ini yang –secara umum- harus didapatkan dengan sebuah kekayaan. Allah SWT berfirman : " Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS Ali
Imron 14)

Keenam : Islam melarang kita meninggalkan generasi yang miskin !

Allah SWT berfirman : "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. " (QS An-Nisa 9)

Ayat di atas memang tidak langsung berhubungan dengan motivasi untuk kaya, karena sejatinya ayat tersebut lebih membahas tentang wasiat dan adab-adabnya. Tetapi secara keumuman makna, ayat tersebut juga mengisyaratkan bagi para orang tua untuk meninggalkan harta yang cukup bagi anak-anaknya, agar tidak ditinggalkan –ketika meninggal- dalam kondisi yang lemah, apalagi meminta-minta kepada orang lain.

Ini berarti untuk meninggalkan harta warisan yang cukup bagi keturunan kita yang akan datang, kita butuh bukan sekedar kaya, tetapi kaya raya. Agar tidak hanya kita dan keluarga saja yang menikmati dan mengelolanya, tetapi juga generasi selanjutnya.

Penutup : Mengelola Kekayaan dengan Ilmu & Keshalihan

Islam selalu menambahkan 'ilmu' dan 'keshalihan' saat bercerita tentang harta yang baik. Ini menandakan bahwa semua harta kita menjadi tiada guna jika tidak diikuti dengan kemampuan maintenance yang diharapkan Islam. Karenanya, syarat kredibilitas dan kapabilitas dalam mengelola harta selalu dituntut agar menjaga harta itu tetap sebagai anugerah dan tidak berubah menjadi fitnah.

Tentang syarat kredibilitas, Rasulullah SAW bersabda : " Sebaik-baik harta yang baik adalah yang ada pada lelaki yang sholih (bertakwa) " (Shahih dg syarat Muslim). Adapun tentang kapabilitas, Rasulullah SAW menyebutkan dalam haditsnya : " Seorang hamba yang diberikan rizki oleh
Allah berupa harta dan ilmu, maka ia takut pada Allah, menyambung silaturahmi dengan hartanya, dan mengetahui bahwa dalam harta itu ada hak Allah, maka orang ini mempunyai posisi yang paling utama " (HR Tirmidzi)

Akhirnya , dengan ilmu dan keshalihan, harta akan benar-benar menjadi anugerah bagi pemiliknya. Rumah yang nyaman dan luas akan menjadi lahan persemaian benih-benih genarasi cendekia yang beriman. Kita bisa membuka sebuah taman baca untuk anak dan remaja, mengundang pengajian ibu-ibu, atau mengajak bapak-bapak arisan RT sambil berdiskusi ringan tentang kehidupan. Dengan ilmu, kendaraan kita yang nyaman bisa mengantarkan kita menghadiri majelis-majelis ilmu : pengajian, kajian, seminar atau bahkan bangku perkuliahan, dengan cepat dan bersahabat.

Jadi, selalu ada alasan untuk kaya raya .Wallahu a'lam.
www.eramuslim.com

Senin, 01 Juni 2009

Mukjizat Al-Quran dan Sains (Laut Dalam)

Pendahuluan

Mukjizat kali ini akan membicarakan tentang bentuk mukjizat baru dalam Al-Quran untuk manusia di zaman ini, zaman sains dan teknologi. Kita akan memulai dengan topik lautan dan kegelapan lautan.

Pembicaraan berkenaan dengan ayat Al-Quran yang memberitahu kita tentang fenomena dasar laut yang bermula selepas 200 meter. Memang mustahil bagi manusia sampai kepada kedalaman tersebut tanpa bantuan peralatan moden.



Bagi kebanyakan manusia, lautan merupakan satu alam misteri sehinggalah Kurun ke-18 Masihi. Ia berikutan kepercayaan-kepercayaan karut serta dongeng-dongeng yang berkaitan dengan lautan telah merajai tamadun-tamadun lama. Sebagai contoh, orang-orang Rom mempercayai bahawa puncak-puncak ombak adalah kuda-kuda putih yang menarik kereta Dewa Neptun.

Mereka mempercayai kewujudan ikan-ikan penyedut yang mempunyai kesan ajaib untuk menghentikan kapal-kapal. Orang-orang Greek juga mempunyai kepercayaan-kepercayaan seperti ini, sebagai contoh, pelayar-pelayar mereka mempercayai bahawa punca pusaran-pusaran laut disebabkan kewujudan makhluk yang mereka namakan 'Charybdis' yang menyedut air kemudian menghembuskannya.

Dalam keadaan manusia yang mempunyai kepercayaan khurafat seperti ini, Al-Quran telah diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W menceritakan tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan lautan.